Beranda | Artikel
Jangan Mencari Kesempitan Dalam Kesempatan
Minggu, 1 Juni 2014

Penulis: Muhammad Yassir, Lc (Dosen STDI Imam Syafi’i Jember)

Mungkin pernah kita dengar ungkapan “cari yang haram aja susah, apalagi yang halal”

Apa pendapat anda wahai pembaca dari ungkapan ini? setujukah anda?

Ungkapan itu berkaitan dengan halal dan haram dalam mencari nafkah, maka untuk hal tersebut syariat lah yang harus jadi patokan. Karena, syariat lah yang menentukan halal dan haram segala hal.

Kalau kita lihat secara garis besar dalam ilmu syariat atau yang disebut dengan ilmu fiqh. Amalan manusia terbagi menjadi dua, yaitu ibadah dan muamalat. Ibadah adalah aktivitas vertikal antara manusia dengan Sang Khalik, Allah Ta’ala. Sedangkan muamalat adalah interaksi antara sesama manusia. Walaupun dalam muamalat ada kandungan ibadah, bila pelaksananya mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala dalam muamalatnya.

Ada kaedah pokok yang sangat berbeda dalam ibadah dan muamalat.

Untuk ibadah, kaedah yang dipegang adalah: “pada dasarnya semua bentuk ibadat tidak boleh dikerjakan kecuali ada dalilnya dalam syariat”

Sedangkan kaedah untuk urusan muamalat, adalah: “Pada dasarnya, semua mentuk muamalat boleh dilakukan, kecuali yang dilarang oleh syariat”

Apa perbedaan penerapan kedua kaedah itu? Perbedaannya terlihat:

Untuk ibadah, kita tidak boleh mengarang-ngarang bentuk ibadah. Hanya yang ada dalilnya saja yang boleh kita amalkan.

Sedangkan untuk urusan muamalat, kita boleh mengarang bentuk muamalat apapun selama tidak ada larangan dalam syariat.

Intinya: untuk persoalan ibadah, tugas kita bertanya, mana dalil yang membolehkan, kalau ada, barulah kita mengamalkannya.

Sedangkan untuk muamalat, tugas kita bertanya, mana dalil yang melarang, kalau tidak ada, maka kita bebas untuk melakukan bentuk muamalat yang kita karang atau kita tiru.

Dari dua kaedah antara ibadah dan muamalat di atas, dapat diketahui bahwa urusan ibadah lebih sempit dibandingkan urusan muamalat, bila ditinjau dari sisi keleluasaan dalam inobativ.

Sedangkan muamalat diberikan keleluasaan bagi manusia untuk berkarya dan berinovasi.

Berarti, dalam urusan muamalat lebih banyak yang boleh daripada yang haram.

Kalau kita mau mempelajari fiqh muamalat dengan benar, lalu kita bandingkan dengan berbagai metode jual-beli atau transaksi atau aktifitas muamalat yang dipraktekkan di dunia ini, maka akan terlihat jelas bahwa lebih banyak aktifitas yang halal dibandingkan yang haram.

Oleh karena itu, tidak pantas bila kita mencari atau mempertahankan yang haram di antara banyak amalan yang halal. Sedangkan ungkapan, “cari yang haram aja susah, apalagi yang halal”, tersirat di dalamnya bahwa yang haram lebih banyak daripada yang halal.

Inilah yang kami maksud, “jangan mencari kesempitan di antara banyak kesempatan”

Apa alasan munculnya ungkapan mereka itu (“cari yang haram aja susah, apalagi yang halal”)?

Sebelumnya, menurut hemat kami kata-kata ini keluar dari lisan orang yang sedang bergelimang dengan penghasilan haram atau sedang mencari penghasilan apa saja, tidak peduli dengan halal atau haram.

Mungkin dapat kita lihat beberapa alasan mereka:

Tidak merasa cukup dengan yang halal

Karena sifat tamak mendominasi hati, sehingga tidak merasa cukup dengan harta halal yang banyak Allah Ta’ala limpahkan di muka bumi ini, kemudian melompati pagar pembatas hukum Allah Ta’ala untuk mencari penghasilan yang haram.

Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa:

اللهم اكفني بحلالك عن حرامك وأغنني بفضلك عمن سواك

“Ya Allah, aku mohon kecukupan dengan harta halal tanpa membutuhkan harta haram, ya Allah aku mohon agar aku merasa cukup dengan pemberianMu dan tidak mengharap rizki dari siapapun kecuali hanya dariMu.”(HR. Tirmizi: 3563)

Walaupun doa ini diajarkan Rasulullah kepada seorang sahabat yang sedang terlilit hutang. Namun, bila dilihat dari makna doa tersebut, maka kita semua pantas untuk mengamalkannya.

Kalau kita mau berdoa dengan doa ini, kemudian merealisasikannya dalam amalan kita, maka tidak akan merasa malu untuk mencari kayu bakar, memungut sampah, menjual makanan ringan, dan pekerjaan halal lainnya yang dianggap sebagai pekerjaan rendahan.

Hanya mengejar dunia saja tanpa mempedulikan akibat di akhirat

Tahukah anda komoditi pertanian apa yang menghasilkan keuntungan paling besar? Jawabannya, bertani opium (salah satu jenis narkoba).

Hanya dalam hitungan beberapa gram saja harganya bisa jutaan.

Kalau tujuan hidup hanya memperkaya diri; menumpuk harta dunia; tidak mempedulikan akibat di akhirat, maka mudah saja dia terjerumus dalam bisnis haram.

Bagai katak di dalam tempurung

Biasanya, orang yang tumbuh besar dalam keluarga PNS, secara tidak langsung dia akan terdidik untuk menjadi PNS. Begitu pula orang yang tumbuh berkembang di keluarga pengusaha.

Kalau dia tidak mau melebarkan wawasannya, maka ia akan terus sempit pandangan seperti katak di bawah tempurung.

Begitu juga orang yang bekerja di bisnis haram menurut syariat Islam. Kalau ia diajak keluar dari pekerjaan itu, seakan-akan tidak ada lagi pekerjaan lain di dunia ini.

Fenomena ini sama juga dengan ungkapan anak-anak muda gaul, “zaman sekarang ini sulit cari cewek yang masih virgin”

Ungkapan ini berasal dari mereka yang mengenal cewek hanya di mal ataupun diskotik atau di tempat konser. Wajar saja kalau tidak bisa mendapatkan pasangan yang sholehah.

Cobalah melangkah lebih jauh lagi di bumi Allah ini ! maka, akan kamu dapatkan apa yang kamu cari.

PengusahaMuslim.com

Info menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3964-jangan-mencari-kesempitan-dalam-kesempatan.html